Langsung ke konten utama

Introspeksi #Aksi411

Aksi damai (04-11-2016) yang terjadi di Jakarta kemarin cukup membuat saya mewek seharian. Padahal saya tak punya televisi, tapi potongan videonya di socmed benar-benar mengharukan.

Berawal dari seorang yang tak jaga lisan, ribuan orang berhimpun membela Al-Qur'an. Bukan cuma mahasiswa atau buruh yang biasa turun ke jalan, tapi ulama bahkan pejabat ikut serta. Ngapain panas-panasan, jalan jauh, kalau mereka ga betul-betul tertaut hatinya pada Qur'an.  
Mereka datang dari beragam kelompok Islam, beragam daerah, tapi Allah menyatukannya. Mereka ini levelnya fans berat. Kurang keren apa coba, tiap hari gaulnya sama Qur'an. Dari baca ayatnya, artinya, tafsirnya, menghafalkan, mengamalkan, dan mendakwahkannya. Jangan tanya saya level mana.

Ga semua turun ke jalan sih, yang merasa tersinggung tapi memilih ga turun, atau ada udzur pun banyak. Tapi sudah pasti semua berdoa untuk kebaikan negeri ini.

Baru kali ini, lihat lautan putih dengan atribut muslim berkumpul, polisi baca asmaul husna, sholat jamaah bareng, terus polwan berjilbab, ada pasukan pemungut sampahnya. Emang dasarnya emak-emak baper kali ya, jadi terharu lihatnya. Kalau saya ada di sana, mungkin sepanjang jalan saya mewek aja.

Ending yang kurang "happy", mungkin karena yang punya rumah udah ga terima tamu. Kan aturan jam 6 sore harus bubar. Yang ga sopan itu, cara memperlakukan ulama itu lho. Sakiiittt lihatnya. Padahal kalau di masjid, ada imam masjid lewat aja kita nunduk2, di ma'had mana berani haha hihi depan pengasuh, lha ini? Kayae saya butuh belajar adab lagi, iya SAYA. Agar saya ga mewariskan teladan yg salah untuk anak-anak saya.

Masya' Allah.. Allah sudah menuliskan ketetapan ini, sebagai pengingat untuk saya sendiri. Seberapa cintanya diri ini pada Qur'an? Baca aja masih jarang, baca artinya belum juga khatam, aduhai..malunya. Tapi semoga Allah menyaksikan, di pihak mana kami berada ketika ada yang mengusik agama kami.

Terimakasih bagi yang turun aksi kemarin.

Terimakasih telah mengingatkan tentang ukhuwah, tentang adab pada penyampai ilmu, tentang mengingatkan pemimpin, tentang keadilan, tentang akhir zaman...

Terimakasih telah mengingatkan kami betapa Agungnya Al-Qur'an. Membuat kami introspeksi, sejauh mana iman kami tehadap Kitab ini. Tentang negeri akhirat yang disebutkan, tentang amal sebiji zarrah yang tetap butuh pertanggungjawaban, tentang musuh nyata manusia, dan banyak lagi Kalamullah telah sebutkan.. begitu banyak tamparan untuk diri sendiri ketika bicara Qur'an.

Terimakasih telah ingatkan.. Sejauh mana tanggungjawab kami terhadap amanah yang dibebankan pada kami? Apakah anak-anak kami tetap pada fitrahnya? Apakah ayat-ayatNya yang sehari-hari diperdengarkan? Aduhai.. PR besar bagi kaum kami menyiapkan generasi. Semoga Allah senantiasa kuatkan, menjaga kita dalam petunjukNya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...