Langsung ke konten utama

WORKING MOM Vs SAHM

Kapan hari rame di grup sebelah soal working mom vs sahm. Tema ini mah sudah lamaaa jadi bahan "perang" di grup emak2 manapun. Sempet gemes2 gimanaaa gitu, memastikan HP sudah mode silent biar ga bentar2 nada notifikasi bunyi.

Dan sebenarnya sudah lama juga nemu jawaban yang pas di hati. #eeaaa Padahal juga pas matrikulasi IIP kemarin beneran mantepnya. Jadi semua ibu pasti kerja, entah di ranah domestik atau publik. Memastikan tetap profesional di ranah yg dipilih, itu yg jadi tantangan. Jangan tanya saya udah pro apa belum.. jelas2 sik sinau, jadi masih jauuuhh. Ibarat mau jadi profesor tapi baru pendaftaran.

Alhamdulillah dapat pencerahan lagi tentang "mendidik anak". Bisa jadi buibu lain sudah tahu, sudah paham, sudah praktek, sudah panen..

Saya??? Wajar kalau newbie baru tahu. #ngeles

Tarbiyatul Abna' alias MENDIDIK ANAK :

*Bahwa itu kewajiban--fardhu itu artinya...
*butuh ilmu aka butuh sinau--bukan seperti bentuk hidung yang bisa diwariskan *alhamdulillah masih punya hidung
*butuh kesabaran atas proses--ga ada tips trick shortcut
*butuh pertolongan Allah SWT--Segala daya upaya kembali lagi ke sini untuk menentukan hasil
*dimulai sejak milih pasangan--yang ini saya sudah ga bisa milih lagi, yang belum nikah baru bisa milih
*untuk bisa mendidik, orangtua yang harus lebih dulu memperbaiki diri--nah nah.. ini bukan nyindir lagi, tapi langsung to the point
#KajianIASI  #UstadzahMaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...