Langsung ke konten utama

TANTANGAN 8.13

TANTANGAN 8.13
Mlg, 26 September 2017
Diawinasis M. Sesanti & Farzana A.W. (3y2m)

"Allah yang menciptakan, menghidupkan, mengatur REJEKI, serta mematikan kita." Bertemu dengan surat cinta yang menegaskan bahwa memang rejeki itu sudah pasti, ada yang mengatur dan tinggal kita mau atau tidak mengikuti aturanNya. Sekali lagi, menjadi pengingat diri yang lebih banyak lupanya.

Karena sekarang statusnya bukan lagi single, maka rejeki itu milik serumah. Kami tidak tahu apakah yang banyak itu untuk ayah, untuk bunda, atau sebenarnya semuanya milik ananda. Maka belajar memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga menjadi prioritas. Berikutnya baru sebagian keinginan yang masih bisa dipenuhi dapat dipakai sebagai latihan untuk bersabar, tidak semua bisa serta merta terwujud. Misalnya ananda yang meminta membeli coklat pasta pagi ini, "mau beli 2", katanya. Tapi ananda harus belajar sabar, kami pergi ke splendid terlebih dulu. Gantian bunda yang penasaran dengan tanaman, mewujudkan kebutuhan belajar (alhamdulillah, akhirnya keinginan sekian waktu terwujud juga). Seperti janji kami sebelumnya, akhirnya ananda pun dapat membeli jajan keinginannya kemudian.

Alhamdulillah, kembali lagi soal rejeki yang tak tertukar. Akhirnya launching buku antologi kami tentang proses menemukan keunikan anak-anak, Coretan Penaku sebuah Warisan Untukmu #CPWU. Lewat project ini, kami belajar tentang konsep bersungguh-sungguh di dalam kemudian keluar dengan kesungguhan tersebut. Salah satu ihtiar kami mengejar kemuliaan, ketika rejeki sudah dijamin dan tak perlu dikhawatirkan.

#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...