Langsung ke konten utama

TANTANGAN 8.5

TANTANGAN 8.5
Mlg, 18 September 2017
Diawinasis M. Sesanti & Farzana A.W. (3y2m)

Saat membuat coretan catatan kegiatan ananda sehari-hari, ananda ikut bergabung dan tentu saja ikut "membaca" aktivitasnya. Biasanya bunda membuat coretan ilustrasi agar ananda ikut menikmati saat membuka-buka catatan aktivitasnya ini. "Kalau sudah libur, insyaAllah nanti Farza ke Nggalek ya..", katanya saat melihat foto Kakung.

Saatnya menjelaskan, bahwa bepergian itu naik mobil kita beli tiket. Bayarnya pakai uang, sehingga kita perlu berdoa minta rejeki pada Allah, agar Allah memberi rejeki diantaranya lewat bekerja dan menabung. "Kalau beli kaos tayo pakai uang? Kaos Tayonya belum datang ke Malang, masih di jalan naik bis", kembali ananda mengingat keinginannya kemarin. 😂 Alhamdulillah ananda masih tergolong wajar saat menginginkan sesuatu, tinggal bagaimana cara memberi pengertian ada yang bisa langsung dipenuhi, ada pula yang harus sabar menunggu.
***
Bahwa : rejeki itu kadang hanya "lewat" di rumah kita. Kadang yang benar-benar jatah kita justru tak terlihat mata, bahkan kadang tak perlu memakai alat tukar yang bernama uang.

Memang rejeki itu pasti, mengejar kemuliaan di hadapan Allah lah yang penting. Bentuk kemuliaan ini luas sekali, salah satunya yang kami pelajari dalam hadits Arbain ke #36 kemarin, yaitu menolong, meringankan, memudahkan kesulitan orang lain, menutup aib, menuntut ilmu, dan membaca serta mempelajari Al Qur'an. Salah satu cara mengamalkannya bisa jadi dengan memanfaatkan pos "hak Allah" yang disisihkan dalam budget keuangan kita. Wallahu A'lam.

#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...