Langsung ke konten utama

Day 11 : Satu Kata

Mlg, 22 Februari 2018
Diawinasis M Sesanti

Bismillahirrahmanirrahiim. 

Hari ini dimulai babak baru di kelas pendampingan penulisan portofolio anak. Pada sepuluh hari kedua ini, kami belajar menuliskan proses, hasil dan hikmah saat ngobrol bersama pasangan. Alhamdulillah, ngobrol bareng ini adalah salah satu favorit kami setiap hari.


Tidak selalu tentang topik berat dan serius, tapi selalu ada waktu untuk ngobrol di Griya Wistara. Tema seputar catatan harian, jadwal kerja ayah, kadang juga #trendingtopic di media sosial mampir. Dari obrolan receh inilah kami belajar memahami "isi kepala" masing-masing. Kadang sependapat, tapi sering juga kami kekeuh dengan pendapat masing-masing. Wajar sih, karena latar belakang dan pengalaman yang kami alami sebelum berumah tangga memang tak sama.

Pagi ini, seperti biasa kami ngobrol setelah sarapan bersama. Kami sepakat untuk pergi belanja beberapa kebutuhan kakak: sikat gigi, sabun dan shampo yang mau habis. Kakak yang sebelumnya sudah makan roti buatannya sendiri, tampak kurang antusias menghabiskan nasi sarapannya.

Akhirnya ayah bunda tawarkan, "mau beli sikat gigi baru?". Sudah pasti ananda bersemangat menjawab iya. Maka disepakati ananda harus menghabiskan sarapannya, mandi, bersiap-siap lalu pergi. Kesepakatan ini penting bagi kami, kami orang dewasa harus "satu kata" saat di depan anak. Jika tidak, anak biasanya akan membuat pilihan sendiri yang kadang tidak sesuai kebutuhannya. Bahkan tak jarang ada bumbu teriakan, tangisan, hingga tantrum saat orang dewasa tidak sepakat dengan satu aturan.

Alhamdulillah, sejak belajar komunikasi produktif di level 1 kelas bunda sayang IIP kami lebih terarah ketika kita bicara dengan pasangan dan juga anak. Satu lagi, kami berusaha untuk tidak memerintah anak tapi memberikan pilihan untuk anak. Seperti tadi pagi, "Bunda apa kakak duluan yang mandi?". Karena ananda memilih bunda dulu, jadi sesuai kesepakatan setelah bunda barulah ananda yang mandi pagi.

Sepakati "satu aturan" saat di depan anak.
Berikan beberapa alternatif yang bisa dipilih oleh anak untuk melatihnya membuat keputusan.


#GriyaWistara
#22Februari2018
#Malang
#3y7m
#KelasPortofolioAnakbyGPA
#GriyaPortofolioAnak
#MengikatMaknaSepenuhCinta
#PekaAkanUnikAnak

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alir Rasa Kelas Bunda Cekatan

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Ta'ala yang telah memberikan kelapangan hingga mampu menyelesaikan kelas Bunda Cekatan batch #1 Institut Ibu Profesional.  Challenge Buncek: Done! Terimakasih untuk Ibu Septi Peni Wulandani yang telah menjadi guru bagi kami, setia membawa dongeng istimewa di setiap pekannya. Terimakasih untuk team belakang layar Buncek #1 (Mak Ika dkk), teman-teman satu angkatan, dan tentu all team Griya Wistara yang mendukung saya belajar sampai di tahap ini. Apa yang membuat bahagia selama berada di kelas Bunda Cekatan? Kelas Bunda Cekatan menyimpan banyak sekali stok bahagia yang bisa diambil oleh siapa saja dengan cara yang tak pernah sama. Rasanya tak ada habisnya jika harus disebutkan satu per satu. Potongan gambar berikut cukup mewakili proses yang telah saya lalui. Tahap Telur-Telur Saya jadi tahu apa yang membuat saya bahagia. Apa yang penting dan urgent untuk segera dipelajari. Dan saya diijinkan untuk membuat pe...

Oncek Tela; Tradisi Mengupas Singkong Bersama

 Sekitar tahun 2000-an, ada kegiatan membuka lahan baru di bukit seberang. Deru mesin pemotong kayu bersahutan. Pohon-pohon besar dicabut hingga ke akarnya. Entah kemana perginya hewan-hewan penghuni hutan. Berpindah tempat tinggal atau justru tersaji ke meja makan.  Aroma dedaunan serta kayu basah menyebar. Tak hanya lewat buku pelajaran IPA, aku bisa melihat langsung lingkaran tahun belasan hingga puluhan lapis. Pohon-pohon itu akhirnya menyerah dengan tangan manusia. Tunggu dulu... Mengapa orang-orang justru bersuka cita? Bukankah menggunduli hutan bisa berisiko untuk tanah di perbukitan seperti ini? Waktu berselang, pertama kalinya aku menapak ke bukit seberang. Setelah menyeberang dua tiga sungai, dilanjutkan jalan menanjak hingga ke atas. Terhampar tanah cokelat yang siap menumbuhkan tanaman baru. Aku melihat terasering di bukit seberang, rumahku tersembunyi di balik rimbun pohon kelapa. Di kiri kanan terhimpun potongan pohon singkong yang siap ditancapkan. Jenis singkon...

Jejak Ki Hadjar Dewantara di Hardiknas 2024

 Siapa nama pahlawan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional? Pasti kalian sudah hafal di luar kepala. Beliau yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Suryaningrat hingga akhirnya berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara di usia 40 tahun. Anak ke-5 dari 9 bersaudara yang memiliki keteguhan dalam memperjuangkan idealisme sepanjang hidupnya.  Kisah beliau seolah tak asing, seperti menonton perjalanan seorang changemaker yang bermula dari tumbuh suburnya empati. Meskipun lahir dari keluarga ningrat, Soewardi menangkap diskriminasi tentang hak pendidikan yang hanya dinikmati oleh keluarga priyayi dan Belanda. Sementara rakyat pribumi yang merupakan teman-teman bermainnya di masa kecil tak bisa mengakses fasilitas sekolah yang dibuat Belanda di zaman itu. Soewardi muda belajar di Yogyakarta, hingga berlanjut di STOVIA meskipun tidak sampai lulus. Tentu saja ini berkaitan dengan perjuangannya sebagai "seksi media" di Budi Utomo, menyebarkan tulisan yang ber...